Kamis, 29 Desember 2011
secret admirer . .
Secret admirer itu adalah DIA yang sangat peduli padamu , bahkan rela memendam perasaannya sendiri demi kebahagiaanmu
Secret admirer itu adalah DIA yang selalu diam-diam melihat senyumanmu dengan bahagia .
Secret admirer itu adalah DIA yang pengecut , bahkan berulang kali mencoba melupakanmu tapi dia tidak punya kekuatan untuk itu
Secret admirer itu adalah DIA yang sangat peduli padamu bahkan melebihi orang disampingmu
Secret admirer itu adalah DIA yang selalu menahan diri untuk tidak menyapamu sekalipun dia sangat ingin melakukannya
Secret admirer itu adalah DIA YANG SANGAT MENCINTAI MU dengan SETULUS HATI
:) untuk anda ya :)
tuk menggapai hatimu
Rindu selalu menganggu
tuk selalu dekatmu
Adakah kau merasa
hangatnya tatapanku
Oh.. manisnya senyummu
Engkau bukan milikku
Segala yang terberi
tak pernah berarti
berat terasa habiskan darahku
menusuk tulangku yang lelah
.. jangan kau buang cintaku . . :'(
Selasa, 27 Desember 2011
BiLa Qta emang djodohkan..apapund haLanganNa Qta pasti akan disatukan daLam peRnikahan..Namun biLa memang Qta tidak dijodohkan.. apapun usahaNa pasti akan sia sia .ya aLLah.. ajarkan kami mencindtai secara sederhana.. ajarkan kami agar pandai memendam cindta.. ajarkan kami untuk lebih mencintaiMu.. ya aLLah jagaLah dia..aQ mencindtaiNa karnaMu.. aQ pun ReLa meLepasNa apabiLa Engkau kehendaki dan gantikanLah dengan yang Lebih baik menurudt kehendakMu...
Senin, 28 November 2011
aku adalah aku yang bahagia.. Tanpamu.. tentu saja !

Kamu pernah bilang, love is fight. Cinta adalah perang menaklukkan hati wanita. Setelah hatinya kau dapatkan, lalu kau tinggalkan begitu saja, berharap siwanita akan memburumu hingga kau merasa bahwa kau adalah segalanya buat mereka.
Aku dulu pernah mengejekmu soal ini. Dan mungkin aku satu satunya wanita yang sulit kau taklukkan. Tapi itulah kesombonganku. Tanpa sadar, secara pelan dan perlahan aku mulai jatuh dalam siklus cinta yang kau buat. Kau menenggelamkan aku kedasar jurang terdalam hingga aku sulit menemukan jalan keluar buat diriku sendiri. Aku seperti terhipnotis oleh daya tarik cinta yang kau tawarkan. Dan tanpa sadar aku tak menyisakan sedikit hati meski itu untukku sendiri.
Lama aku sadari aku terjerat terlalu jauh kedalamnya. Aku seakan tersesat. Tapi aku bahagia, karena ada kau disana. Dengan segala cinta, perhatian, kasih sayang tanpa amarah, dan akupun terlena dibuatnya.
Tapi kebahagiaan itu ternyata hanya sesaat. Seperti katamu. Cinta adalah menaklukkan hati wanita. Dan aku telak tertipu oleh pikat dayamu. Berhari-hari bahkan berbulan-bulan aku menyesali kebodohanku. Aku tak bisa menyalahkanmu, karena aku yang menginginkan diriku terjerat. Aku membiarkan hatiku menerima setiap hidangan cinta yang kau hadirkan. Dan bodohnya, aku malah mengikuti semua aturan yang kau buat. Sampai-sampai apapun yang kau minta dengan rela aku ikuti.
Aku ingat, pertama kali saat kau bilang tak bisa menjalani masa depan denganku, padahal sebelumnya kita tak pernah ada masalah. Aku kaget bukan kepalang. Aku merasa dunia seperti mau runtuh. Aku sudah menduga sebelumnya ini bakal terjadi, dari sikapmu, caramu berbicara yang tiba-tiba sering diam tak memperhatikan arah pembicaraan. Tapi bagiku saat itu terlalu mendadak. Dan kata perpisahan itu membuatku ambruk seketika. Aku yang sakit, aku yang lemah, telak terkapar seolah kehilangan separoh nyawa. Berhari-hari aku kembali menata hati, bersikap tegar namun hatiku sedih. Berlagak senyum namun air mataku mengalir. Lama aku baru bisa menetralisir hatiku kembali. Dan aku saat itu, meski tak bisa 100 % tanpamu, setidaknya masih bisa melihat senyummu di dinding kamarku, sudah mampu menghapus sedikit rindu akan hadirmu.
Lalu, setelah semua senyum itu kembali, kau kembali hadir dengan tawaran cinta baru. Aku sama sekali tak menolak saat itu, karena jujur, sulit melupakanmu. Mungkin bukan karena aku tak bisa. Tapi memang karena aku tak mau. Saat itu, aku hanya ingin memberimu kesempatan. Inilah awal kehancuranku berikutnya.
Ternyata tawaran cinta itu hanya melambungkanku sesaat. Ternyata tak banyak yang berubah dari dirimu karena kau memang pejuang cinta. Bagimu, menetap disatu hati adalah penjara hidup. Dan aku kembali sakit. Telak didasar hati. Sakit ini merubah sifatku jadi benci. Ya. Aku benci. Tapi entah kenapa, aku tak pernah bisa membencimu. Kacau sekali.
Meski sakit ini tak terperih, aku masih bisa menawarkan senyum untukmu. Bilang tak sakit padahal aku sakit. Bilang tak cemburu padahal lukaku pilu. Pernah, aku ingin sekali tak mau bergantung lagi pada rasa ini. Cukuplah sudah. Aku capek dan aku lelah. Tapi apa yang kudapat ? Aku malah kehilanganmu. Tak lagi menemukan jejakmu.
Pernah kusesali keputusan terakhirku. Tak ada jalan keluar setelah itu. Karena kita tak pernah lagi saling menyapa. Tak pernah lagi berkata "hai". Tak pernah lagi saling memberi kabar. Beberapa kali aku mendapati air mataku mengalir panas bila rindu ini menghentak. Sering kali aku masih saja membuka tulisan tulisan statusmu dijejaring sosial yang kau buat. Dan aku masih saja berharap, jika saat itu kau mau memaafkanku, akan kulakukan apapun maumu.
Tapi, satu kata darimu membuatku tersentak. "Hari ini, untuk pertama kali melihatnya menangis, aku sudah bisa tersenyum. And Iam happy with that..!" Bodoh.. dasar bodoh... Dan akupun meradang. Aku memaki setiap kebodohanku. Menyesali setiap air mata yang keluar dari pipiku. Menyesali setiap penantian bodoh itu. Dan aku berjanji dalam hati untuk membencimu. Tak mau tau lagi tentangmu. Kita Sudah Berakhir. Finished.
Berhari-hari aku menanam kebencian dihatiku. Tak ada lagi fotomu didinding kamarku. Tak ada lagi pesan yang tertinggal di HP ku. Tak ada lagi apapun tentangmu disetiap jejaring sosialku. Dan semua kenangan tentangmu tlah kuhapus sudah. Aku tak mau ingat lagi. Dan aku berhasil.
I will not fall for you again. Never, even someday you ask me back..!
Malam saat aku merasa bahwa tak ada bintang yang setia menemaniku seperti biasa, namun kini aku menemukan banyak bintang disetiap gurauan sahabat-sahabatku.
Lalu, saat fajar menjemput pagi, aku tergugu saat berpikir bahwa pagi tak akan cerah tanpamu. Namun ternyata pagi akan selalu bersinar meski tak ada kau yang menjadi mentarinya.
Kemudian, saat senja merah saga itu beranjak meninggalkan matahari yang perlahan meredup. Aku masih bisa tersenyum, masih bisa berharap bahwa suatu saat, saat semua siklus waktu ini berputar kembali, aku takkan lagi berada disudut kamar gelap itu, mengurai air mata untuk menangisi seorang "kau".
Dan saat semua itu berlalu, aku ingin semua kepedihan itu tak lagi menjadi kebencian. Tapi dia adalah kenangan. Meski tak indah tapi aku pernah bahagia. Meski sesaat.
Sekarang ini, aku adalah aku yang bahagia.. Tanpamu.. tentu saja !!
Selasa, 22 November 2011
aku hidup bukan hanya utk menunggumu

Aku HIDUP BUKAN Hanya untuk MENUNGGU Mu
SEPERTI INI,...
Kau mungkin tak tahu betapa hatiku penuh luka saat aku harus membuat keputusan untuk meninggalkanmu. Saat aku menghadapi keadaan yang bisa membunuhku, bahkan membunuhmu ketika aku harus mempertahankanmu.
Saat aku merasa sendiri dan sepi, tak seorangpun sudi menghela.
Kau tak pernah tahu dan mungkin tak kan pernah tahu.............
Aku menyadari bahwa saat ini kau sudah tidak lagi punya urusan denganku, begitu juga seharusnya denganku yang sudah tak punya andil apapun terhadapmu. Aku telah mendengar semua itu dari bibir dan hatimu. Aku sungguh telah mendengarnya. Hatiku gerimis setelahnya.....
Betapa sungguh secepat itu namaku lenyap dari hati dan pikiranmu!!!
Secepat itu juga kau menemukan matahari yang lain. Satu tahun lalu, bahkan kau baru saja berterus terang bahwa kau hanya punya dua matahari. Matahari sesungguhnya dan satu yang lain adalah "Aku". Tapi aku pikir, aku harus tahu diri bahwa sinarku tak cukup menerangi jalanmu. Aku yakin dan percaya bahwa sesungguhnya ada matahari lain yang bisa menerangi hatimu. Menghangatkan jiwamu....
Aku berdoa untuk kebahagiaanmu....
Kalau boleh aku berujar, matahari itu sesungguhnya telah ada di dekatmu. Tinggal bagaimana caramu untuk menarik sinar itu hingga dia bisa memberikan sinarnya padamu. Kau mungkin tak pernah tahu bahwa aku sudah merasa seperti itu sejak kau masih berada disampingku dulu.
Semoga kau masih bisa menerimaku, masih bisa mengingatku atau aku sangat berharap bisa jadi asteroid bagimu. Meskipun harus mendapatkan sinar dari matahari untuk bisa menyinarimu. Meskipun tidak seterang mentari, tapi setidaknya aku bisa sedikit menerangi hatimu dan menyingkirkan mendung di kelopak matamu.Biarkan aku jadi seperti itu dan aku rela menyerahkan sinarku untuk mataharimu yang selanjutnya.Biarkan sinar itu hidup dalam raga orang lain daripada harus menderita tak berdaya dalam hatiku.Biar sinar itu hidup melalui orang lain, daripada harus menanggung sakit dan bersalah dalam jiwa ragaku.
Semoga kau tahu bahwa sinar itu masih hidup dan menunggumu.
Dan semoga kau tahu bahwa aku pernah mencintai seseorang hingga aku menangis.
Aku hidup bukan hanya untuk menunggumu,....
masih banyak mereka yang sama sepertiku.
Tugasku adalah,....
Memperbaki diri, melangkah dari bertahan
menebus kesalahanku di masa lalu
dan berbagi dengan sahabat, teman, saudara
untuk membantu menguatkan mereka agar tetap mampu bertahan
dalam hempasan gelisah yang menggengam jiwa mereka!!!
Aku berusaha walau belum tentu bisa, namun akan aku coba,.....
Aku tak mau ada orang-orang sepertiku yang dulu,
tersudut tertunduk kaku tanpa bisa beranjak dari penat
karena tiada teman yang menguatkan dan berbagi kisah namun amanah !!!
Rasa sakit & pahit itu menjadikan kekuatan untuk ku,
lewat tulisan dan goresan tuk berbagi rasa dalam kata,.....
Berharap ridlo Allah Lillahita’ala....
InsyaAllah,...
...
Jumat, 18 November 2011
wiwit mbiyen ono ing perantauan
iling ngiwangi neng kantin sekolahan
telong sasi mak aku urung bayaran
mak dongamu mandhi tenan di bring jabani marang gusti pengeran
koyok ngene rasane wong ora duwe
duwe pisan di ece karo kancane
iling-iling manungso bakale mati
yen wes mati di kubur sanak family
di pendem jero di apit bumi
ono kubur iku akeh pandoso
ulo klabang kolojengking podo moro
ono setan membo-membo dadi perawan
benno krasan yen ono kuburan
neng akhirat ora ono montor liwat
neng akhirat ora ono sego berkat
neng akhirat ora ono mejo biliard
onone godo ne moloikat
sak sugeh, sugih e uwong mesti ono mlarate
sak mlarat, mlarat e uwong mesti ono celenganne
mangkane golek bojo ojo mandeng rupo
rupo elek kuwi yow ora dadi ngopo
mangkane golek bojo ojo mandeng bondo
seng pentingg, ora ngenteni warisan moro tuwo
kowe pancen keren le, koyok bekas pacarku mbiyen,
eman, eman tenan, kerenmu mung kanggo obralan
obral, obral janji le urung mesti uripmu mulyo
mulo aku wes kondo, melu aku urip nang deso
ngiwangi gawe boto, menek kelopo nyeblok bongko
Senin, 07 November 2011
“Ikutlah denganku, aku akan mengantarmu kemanapun kau mau. Percayalah padaku.” Dia menatapku dalam-dalam. Tangannya meraih tanganku, jemariku dipegangnya erat. Dia berusaha meyakinkanku dengan kata-kata manisnya.
“Aku percaya padamu..”, sesaat aku tidak melihat ke arahnya tapi kemudian aku menatapnya, “..tapi aku tidak bisa ikut denganmu.”
Dia setengah tersenyum, “Aku sudah menduganya.”
Aku beranjak berdiri dari dudukku. Berjalan beberapa langkah sekedar mengambil jarak darinya.Dia masih menatapku, aku bisa merasakan itu dari balik punggungku.
Banyak hal yang ingin ku katakan padanya, tapi hanya itu yang keluar dari mulutku.
Hening. Untuk beberapa saat tidak ada satupun dari kami yang berbicara. Aku menunggu dia mengatakan sesuatu, namun dia hanya tertunduk diam. Jantungku berdegup kencang, takut hal yang paling buruk akan terjadi.
Kemudian dia berkata, “Baguslah.”
Aku hanya menjawab, “Kurasa inilah waktunya.”
Setengah tak percaya bahwa semuanya terjadi hari ini, aku akhirnya memutuskan untuk pergi. Ini seperti ketika kamu sadar bahwa di depanmu hanya jalan buntu, yang dapat kau lakukan hanyalah membalikkan badanmu, keluar dari jalan itu dan mencari jalan lain. Kau akan menandai dalam ingatanmu bahwa jalan itu tidak dapat kau lalui dan kau tak akan melewatinya lagi.
Dia tampak akan mengatakan sesuatu, tapi aku langsung mengatakan “Selamat tinggal.” :'(
aku tag pernah menggugat biar sampai kau babadt . tag pernah risau sekaLipun kau bikin aku dengan debu . BIAR sadja kau acuhkan aku dutengah jaLanand . aQ reLa sekaLipun suatu hari kau memungutku . . Entah Kapand itu . .
BiaR ku taug bahwa kau begitu munafik . . yang duLu menyingkirkanku dan suatu hari mengingindkan . .
kau patahkan aQ sekaLipun tapi suatu saadt kau harapkan aQ ada.. padahal aQ taug kau menendang , acuh , yag peduLii . .
ah . . biar sadja sampai kau paham betuL akan keberadaan yang tag kau anggap . .
atau mungkin kau tag akan pernah paham akan adanya aQ .
sungguh . . betapa ingin kau kumaki tapi aku tag Lain cuma SEPOTONGAN yang terabaikand . tapi aQ yakind kau akan sadari keberadaanku . .
biarpund mungkind sadja tagkkan pernah terjadi . .
BIAR SADJA . .
- #teruntuk anda . .
Sabtu, 16 Juli 2011
kalauuu sadja . .

kaLau sadja boLeh aku pilih
tagkan ku jejalkan kakiku menujumu
ataupun bila hanya ada seLusur
karena aku lebih memilih menyerah
berhenti melangkah dan menyingkir
untuk mencintaimu
bukan berarti aku pengecut
atau PECUNDANG
jangan kau kira aku tag tau apa itu cindta
justru karena aku lebih mengerti apa makna yang namanya kesetiaan
sementara aku kurung jiwaku agar tag hinggap lagi
untuk CINTA
tag peduli untuk seorang cindta yg mna
apa lagi harus dirimu !!!
Rabu, 06 April 2011
Naif POSESIF . .
aku bangedt inii . .
Naif _ ._ posesif . .
Ku ingin kau begitu agar kau tau
Jadilah engkau milikku selalu .. utuh
Tanpa tersentuh .. cuma aku
Bila ku mati, kau juga mati
Walau tak ada cinta sehidup semati
Jadilah engkau milikku selalu .. utuh
Tanpa tersentuh .. cuma aku
Reff:
Mengapa aku begini ..
Jangan kau mempertanyakan
Bila ku mati, kau juga mati
Walau tak ada cinta, sehidup semati
Back to: Reff (3x)
Bila ku mati, kau juga mati
Walau tak ada cinta, sehidup semati
Kamis, 31 Maret 2011
Hati Ibu
Aku melangkah tergesa. Tak sabar agar segera sampai di rumah. Dalam benakku tergambar senyum mengambang di bibir Ayah. Membayangkan senyum Ayah kedua kaki jenjangku semakin gesit berloncatan.
“Aku menang lomba menulis cerpen, yah,” ucapku begitu menginjak teras sambil memamerkan piala di tanganku.
Ayah menurunkan koran yang sedang dibacanya lalu menatapku sebentar, setelah itu membaca lagi.
Melihat wajah datar Ayah senyum di bibirku surut. Bergegas aku masuk rumah, menemui ibu.
“Ibu,” panggilku.
Tidak ada jawaban.
“Ibu,” ulangku.
Masih bisu. Kucari ke kamar, tak ada, di dapur aku juga tak menemukan ibu. Kutinggalkan dapur lalu masuk kamar. Kutaruh piala kuning keemasan itu di atas meja belajarku. Kurebahkan tubuh di kasur sambil memejamkan mata. Tapi baru beberapa menit aku rebahan sepasang telingaku mendengar suara ibu dari luar.
“Rani mau hadiah apa?”
“Rani minta dibelikan sepeda motor,” suara Rani, kakakku.
“Keinginanmu nanti ibu sampaikan pada ayah,” sahut ibu.
“Dengan atau tanpa persetujuan ayah Rani harus punya motor,” Rani ngotot.
Pelan-pelan kuseret langkah ke luar kamar. “Ibu, dari mana?” tanyaku.
“Dari Radio Nine. Rani juara satu lomba fashion di Mall Yogyakarta ,” kata ibu dengan mata berbinar.
Aku tersenyum sambil menyalami Rani.
“Itu apa?” tanya ibu melihat piala di tanganku.
“Rara juara dua lomba menulis cerpen antar Propinsi,” kataku.
Ibu diam.
“Boleh di pajang di lemari depan, Bu?”
Ibu menggeleng, “Disimpan di kamar saja. Lemari depan khusus tempat piala-piala milik Rani,” tegas ibu.
Ada perih di ujung hatiku.
***
Beberapa hari setelah kejadian itu aku membawa satu tas besar pakaian untuk menginap di kost Dara, teman serujusanku. Jarak kost Dara hanya beberapa meter dari kampus.
“Sudah bilang sama ibu mau nginap di sini?” tanya Dara.
Aku menggeleng, “Ibu tidak akan kehilangan meskipun aku mati.”
“Jangan bicara seperti itu.”
“Ibu baru ribut kalau Rani yang hilang.”
“Jangan terus kau pupuk cemburumu.”
“Aku tak akan cemburu andai mereka tak pilih kasih.”
“Mungkin seperti itu cara mereka menyayangi kalian.”
“Entah,” kataku malas.
Aku membalikkan tubuh memunggungi Dara. Diam-diam kuseka mataku yang basah.
***
Seperti dugaanku ibu tak peduli meski aku tak pulang berhari-hari. Ayah pun tak risau meski anak gadisnya tak memberi kabar.
“Dara, aku minta izin untuk tinggal di sini satu minggu lagi,” kataku setelah beberapa hari berselang.
“Aku boleh saja. Tapi kau kasih kabar dulu ke ortu,” sahut Dara..
“Tak perlu, Dara.”
Melihat kerasku Dara tak bersuara. Aku bertekad akan pulang jika ibu menjemput dan memintaku pulang dengan penuh kelembutan. Seperti yang ibu lakukan beberapa tahun yang lalu terhadap Rani, saat gadis itu ikut kemah bersama organisasi pramukanya di tengah hutan. Saat berhari-hari Rani tak pulang ibu luar biasa panik. Kemudian ibu meminta ayah menyusul Rani. Ketika tiba di rumah Rani disambut bagai ratu, syukuran besar-besaran lagi-lagi digelar karena tak terjadi apa-apa terhadap gadis tinggi semampai itu.
Saat ingatanku menerobos ke masa lalu tiba-tiba handphoneku bergetar, nomor rumah. Aku berharap itu ibu.
“Ibu masuk rumah sakit, Non,” terdengar suara Bik Narni, pembantu di rumah kami.
“Kapan? Kenapa?” tanyaku bertubi-tubi.
“Sejak dua hari yang lalu…”
“Kenapa saya baru dihubungi sekarang?” potongku.
“Nomor non Rara tidak bisa dihubungi dari kemarin.”
Aku menelan ludah pahit. Menyesal mematikan handpone selama dua hari ini. Begitu sambungan ditutup aku bergegas ke rumah sakit.
Saat tiba di ruangan icu kulihat tubuh ibu dibalut selang infuse. Aku menangis melihat kondisi ibu.
“Ibu sakit apa?” tanyaku pada ayah yang memegangi lengan ibu.
“Dua hari yang lalu kaki ibu terpeleset saat mau ke luar kamar mandi.”
“Lalu…” kejarku tak sabar.
Ayah diam sambil menyeka matanya yang basah. Aku menunggu.
“Kepala ibu pecah, darah menyembur, dokter bilang ibu harus dioperasi. Tetapi sejak dioperasi ibu belum sadar sampai sekarang.”
Aku merinding mendengarnya.
***
Ini sudah memasuki pekan kedua, tapi kondisi ibu tidak ada memperlihatkan perkembangan berarti.
Kugenggam jemari ibu erat-erat. Pelan tangan itu bergerak. Aku tersentak. Kulihat bibir ibu juga bergerak. Seperti mengeluarkan suara meski tak jelas. Kudekatkan telingaku ke bibir ibu.
“Rara,” ucap ibu.
Aku tak yakin pada pendengaranku.
Hening. Aku semakin mendekatkan telingaku, menunggu perempuan itu memanggilku. Tapi mulut itu tak lagi bersuara. Namun rasa gembira tetap menyergapku.
“Dimana Rani dan ayahmu?” ibu bertanya tiba-tiba.
“Mereka di luar, biar…” gegas aku beranjak dari pembaringan ibu.
“Jangan!” cegah ibu.
Aku berbalik.
“Saat ini ibu ingin berdua saja denganmu.”
Aku menoleh. Menduga-duga. Kulihat wanita itu menarik nafas.
“Ibu tahu kau cemburu pada Rani. Ibu tak pernah merayakan apapun saat kau meraih sesuatu.”
Sunyi sesaat.
“Ketahuilah, Nak. Biaya syukuran itu mahal, itulah sebabnya ibu hanya membuatnya untuk Rani,” kata ibu dengan mata bertelaga.
Aku diam saja.
“Jika perhatian ibu lebih besar pada Rani karena menurut ibu Rani tak sekuat kau.”
“Ibu menyayangiku?” tanyaku dengan suara bergetar.
Ibu tak segera menjawab. Pelan wanita itu bangkit seraya memelukku, “Tak ada orang tua yang tak sayang anaknya,” ucap ibu diantara isaknya.
Meski semula enggan, pelan-pelan aku membalas pelukan ibu. Beberapa saat tak ada suara. Kurasakan ibu semakin mempererat pelukannya. Lama. Namun saat aku melerai pelukan, kudapati ibu tak lagi bergerak. Tubuhnya sedingin es.
***
Hari ini 28 Desember. Hari jadi ibu. Gundukan tanah di depanku masih merah. Kuelus nisan ibu. Mengingat saat-saat terakhir bersama ibu setumpuk cemburuku pada Rani lenyap. Pelan kutengadahkan wajah menatap langit, dalam diam aku berdoa agar langit menjaga ibu dari atas, “Selamat ulang tahun, Bu,” bisikku.
Sabtu, 19 Maret 2011
" JIKA "
jika kamu memancing ikan..
setelah ikan itu terlekat di mata kail..
hendaklah kamu mengambil ikan itu..
jangan sesekali kamu lepaskan ia semula..
ke dalam air begitu saja..
kerana ia akan sakit oleh ketajaman mata kailmu dan mungkin
ia akan menderita selagi ia masih hidup…
begitulah juga setelah kamu memberi banyak pengharapan kepada seseorang..
setelah ia mula menyayangimu hendaklah kamu menjaga hatinya..
jangan sesekali kamu meninggalkannya begitu saja..
kerana ia akan terluka oleh kenangan bersamamu dan mungkin tidak dapat
melupakan segalanya selagi ia mengingatmu..
jika kamu menadah air biarlah apa adanya..
jangan terlalu mengharap pada takungannya..
dan janganlah menganggap ia begitu teguh..
cukuplah sekedar keperluanmu..
apabila ia retak..
tentu sukar untuk menambalnya semula..
akhirnya ia dibuang..
sedangkan jika kamu coba membaikinya mungkin ia masih dapat dipergunakan
lagi..
begitu juga jika kamu memiliki seseorang..terimalah seadanya..
janganlah kamu terlalu mengaguminya..
dan janganlah kamu menganggapnya begitu istimewa..
anggaplah dia manusia biasa..
apabila sesekali dia melakukan kesalahan, tidak mudah bagi kamu untuk
menerimanya..
akhirnya kamu kecewa dan meninggalkannya..
dan jika kamu memaafkannya..
boleh jadi hubungan kamu akan terus hingga ke akhirnya..
jika kamu memiliki sepiring nasi..
yang pasti baik untuk diri kamu..
mengenyangkan..berkhasiat..
mengapa kamu mencoba mencari makanan yang lain..
terlalu ingin mengejar kelezatan..
kelak nasi itu akan basi dan kamu bisa memakannya..
kamu akan menyesal..
begitu juga jika kamu telah bertemu dengan seorang insan..
yang pasti membawa kebaikan kepada dirimu..
menyayangimu..mengasihimu..
mengapa kamu terlalu memilih,mencoba membandingkannya dengan yang lain..
terlalu mengejar kesempurnaan..
kelak kamu akan kehilangannya apabila ia menjadi milik org lain..
kamu juga akan menyesal..
“Bersyukur dengan apa yang dikurniakan olehNya…Alhamdulillah
Rabu, 16 Maret 2011
Warmness on the souL ^^ for my guardian angeL . .
And that feeling of doubt, it’s erased
I’ll never feel alone again with you by my side
You’re the one, and in you I confide
And we have gone through good and bad times
But your unconditional love was always on my mind
You’ve been there from the start for me
And your love’s always been true as can be
I give my heart to you
I give my heart, cause nothing can compare in this world to you
And we have gone through good and bad times
But your unconditional love was always on my mind
You’ve been there from the start for me
And your love’s always been true as can be
I give my heart to you
I give my heart, cause nothing can compare in this world to you
Sabtu, 05 Maret 2011
Waktu yang ku bunuh . .
bersama angan iang kian berdebu
Menunggumu..
ya.. hanya untuk menunggumu
Serasa tag akan Lama agy
aQ bisa beRsama denganmu
Tapi.. akh suddah sekian Lama
aQ membunuh wagtu ini
Menunggumu . .
tapi sampe kapan??
nandti? esok? atau Lusa??
ataukah??
hingga wagtu benar benar Q bunuh?
Ku mohon . .
datangLah . .
sebeLum banyak wagtu terkapar . .
Jumat, 04 Maret 2011
pangeranQ ??
M |
asih ku ingat betul pertama kali perjumpaan itu. Pagi yang indah. Di sebuah Sekolah Menengah Negri. Kesan pertama kali bertemu biasa saja, bahkan bisa ku bilang begitu hambar. Dia yang slalu bisu membuatku tak menyadari akan hadirnya dalam duniaku. Aku tak tahu bahwa dia memang tak terbiasa berbicara dengan bibirnya. Dia berbicara dengan matanya, juga hatinya. Mata yang suatu saat yang lain mampu memporak-porandakan perasaanku.
Saat-saat awal bertemu dengannya adalah penyesalan tak berujung. Aku menyesal. Kenapa tak menyadari kehadirannya. Seorang pangeran datang dari negeri kesenyapan seperti halnya aku. Sungguh aku menyesal. Bahkan untuk tahu namanya pun aku enggan. Ah, alangkah angkuhnya diriku!
Awalnya ku kira dia salah satu pacar temenku. Dan aku pun hanya berlalu dengan kosong. Tak pernah kusadari matanya yang menelanjangiku diam-diam. Hatinya yang begitu tajam, rupanya telah mengukir indah imajinasi pada prasasti dunianya yang tersembunyi. Kenapa jiwaku tak peka? Bahkan untuk mengetahui perasaannya pun aku harus mendengar dari Doni, sahabat dekatnya. Bukan dari bibirnya sendiri. Tapi aku yakin, telah begitu lama dia mengungkapkan perasaannya lewat hatinya yang berteriak menggebu. Sore itu, saat surya mulai merunduk malu. Seperti halnya wajahku yang kemerahan mendengar keterangan Doni.
“Ya', ujian tinggal seminggu lagi itu berarati waktu kalian tinggal sebentar”
“Aku tak mengerti maksudmu Don?”
“Ada yang diam-diam suka ma kamu lho…”kata Doni
“Kok diem aja Ya'?”
“Maksudmu?”
“Kau harus belajar peka Lia. Kau terlalu asyik dengan duniamu hingga tak sadar bahwa Ary begitu mengagumimu”
“Ary ??”
“Ya… Lia, lihat teman-temanmu berlomba-lomba menarik perhatiannya, tapi Ary tertarik padamu. Alangkah beruntungnya dirimu Lia”
Doni menatapku, tawanya lebar, ditengah jantungku yang menjadi berubah tak beraturan mendengar keterangannya.
Kenapa Doni harus mengatakan padaku? Membuatku benar-benar berusaha menciptakan kembali wajah lelaki bernama Ary itu pada langit-langit kamarku, pada tembok-tembok rumahku, pada kertas-kertas yang berserakan di lantai, pada langit yang ku lihat di sepanjang jalan, dan menempel kuat-kuat dalam angan dan hatiku. Ary, Ary, Ary. Akibatnya yang fatal adalah ketika aku tak lagi menjadi diriku sendiri. Ingin rasanya ku tertawa ketika tak sengaja mata kami saling berpandangan. Gemuruh dalam jantung yang semakin membuat persendianku lepas. Ah, tapi kenapa dia tak pernah mengatakannya secara langsung padaku? Ary, sampai kapan aku harus terus berharap pada datangnya embun di siang hari?
Ketika di suatu pagi di sekolah. Ujian teakhir tinggal besok pagi. Tapi aku terlambat sekolah pagi ini. Mataku mencari seseorang. Dia juga sedang melihat ke arahku. Tersenyum. Tuhan!!! Aku balas tersenyum. Oh…Ary bicaralah, bicaralah walau satu kata! Ah, bukan satu kata satu huruf pun akan membuatku merasa lega. Tapi hal itu tak kan pernah terjadi anganku terlalu tinggi.
Senyumnya masih ku simpan itulah kekuatanku untuk bisa mengerjakan soal ujian ini. Sesekali ku lirik wajahnya. Alis tebal itu, tubuh itu, rambut panjang sebahu itu, mata itu, mata yang selalu menatapku diam-diam. Semuanya hanya boleh ku nikmati sendiri. Oh, alangkah egoisnya diriku!!! Tuhan!!
Hari ini aku hanya ingin dan berharap dia akan menyapaku. Sekali saja. Karena aku tak yakin besok kami masih bisa bertemu. Apakah ia masih mengagumiku?
Ujian usai. Aku segera keluar dari ruangan, teman-teman sudah keluar dari tadi. Semua menjabat tanganku mengucapkan kata perpisahan dan berharap aku tak melupakan mereka. Ku tebarkan mataku mencari seseorang. Tapi…ku lihat dari kejauhan dia sedang asyik mengobrol dengan sahabatku sendiri. Tidak, Tidak! Ary, Ary hanya milikku! Hatiku berteriak keras.
Lesu! Aku terduduk di kursi kantin. Pandanganku masih ke arahnya. Pangeranku dari negeri kesenyapan. Dia melihatku sambil tersenyum manis. Hendak mendekat rupanya. Tapi tangan sahabatku menahannya dengan manja. Aku menunduk, berusaha tak melihat semuanya. Terlalu perih kebisuan-kebisuan yang selama ini aku rasakan.
“Lia..” aku menoleh. Dia tersenyum beku dalam jantungku
“Boleh aku menemanimu?” aku masih saja diam melihat ke dalam bola matanya yang bening. Ah, kenapa ia begitu indah, Tuhan? Ary tersenyum. Belum sempat ku balas senyumnya dan pertanyaannya. Ketika tiba-tiba…
“Ary, aku minta tolong diantar pulang ya…”
lagi-lagi sahabatku sendiri yang membuatku terluka. Ary masih diam menatapku lembut. Aku berusaha mengalihkan pandangan mataku. Aku tak ingin dia melihat kegelisahanku
“Ayolah, Ary…hari ini aku tak membawa motor sendiri” sahabatku menarik lengan Ary. Mengajaknya berlalu dari hadapanku. Kulihat Ary yang semakin menjauh dariku, menyisakan kekalahan pada sebuah kebisuan yang panjang…
Tuhan. Jika boleh aku memohon. Izinkan aku untuk sekedar mengusap wajahnya. Hanya itu.
hikz :'(
Rani
Esuk iki Rani wis siap mangkat sekolah. Kira-kira jam setengah pitu. Rani njaluksangu ibune kanggo jajan neng sekolahan. Nanging ibune mung ngekei bakpao.
"Bakpao iki sikek, Rani. Ibu saiki durung suwe dhuwit kanggo sangu"
Rani mung meneng wae, lambene njaprut. Disaut bintelan putih plastik iki saka tangan ibune kanthi ati kang sajak gela lan kuciwo. Ibune ngelus dada, atine loro, matane kaca-kaca. Arep nangis nanging diampet.
Bali sekolah neng dalan Rani weruh bocah. Ya, kira2 umure pada karo Rani. Bocah mau lungguh ana ing emperan toko kang tokone ora buka. Ujug ujug ana banyu tumetes saka dhuwur saya suwe saya akeh. Lan Rani banjur ngeyup ana ing emperan tolo sing dinggo lungguh bocah mau, bocah mmau mesem, weruh Rani nyedakki dheweke. Rani banjur bales esseme bocah mau,
" Heii, Aku melu ngeyup neng kene yo"
"Mangga"
"Oleh kenalan"
"Rani"
Rani meneng rada suwe. Bocah mau takon "Mbak e asmane sinten?"
"oh.. aku , padha jengen karo koe. Rani"
"Wah jenenge podo J "
Cah loro mau padha cerito2 lan geguyon lan ora sengojo sikile Rani nyenggol sikil bocah iku
"Aduh.."
Rani kaget , "ngopo?"
Didelokake sikile bocah mau. Ya ampun ana luka neng sikile bocah mau.
"Ora popo kok"
"Rani, keneng apa sikilemu?"
"Ora popo mung Luka sithik"
"iyo.. amarga apa?"
" mung ditabrak pit motor"
"ya ampun terus sing nabrak saiki nangdi?"
Bocah iku mesem pait.
"kaboor "
Udan wis rada terang
"Aku bali sikek yo" kandane bocah mau
"Tak terke yaa,, tag tuntun, sikilmu kan isih lara"
Bocah mau mung manthuk.
"Omahmu sebelah ngendi?" pitakone Rani
"Kae, sebelah tengen dalan"
Tekan ngarep omah, Rani banjur takon " ibumu nangdi?"
Bocah mau meneng suwe lan matane nyawang ing dhuwur. Banjur umbar ambegan.
"Aku ra ngerti sopo ibuku"
"trus kowe manggon neng ngomah iki karo sopo?"
"Simbah"
Bocah iku ndelokke buntelan plastik putih kang ketmau dicangking Rani.
"Apa sing tog gowo?"
"Kowe gelem?"
"Apa?"
"bakpao , sanguku sekolah mau nanging ora tak maem"
Rani banjur ngekkeke buntelan mau. Bocah mau maem bakpao iku.
"kowe durung maem"
Bocah mau manthuk
"bakpao iki enak banget, iki bakpao paling enak kang sak suwene iki tak maem"
"kowe seneng" pitakone Rani
Bocah mau manthuk meneh
"Spa kang gawe bakpao iki?" pitakone bocah mau
"ibuki…"
"ibumu? Ehmm.. ibumu tresno banget marang kowe. Aku urung pernah maem bakpao paling enak koyo iki. Ibumu tresno banget ya marang koe"
Rani mung meneng wae. Dheweke kelingan kadadiyan esuk mau. Sawentara cah loro meneng wae.
"Aku bali sikek yo" kandane Rani
"Yaw. Maturnuwun. Ati2 neng dalan yo"
Esuk esuk temen Rani wis tangi lan nyiapke bekal bekal dinggo sekolah. Ibune kang ana pawon nyedakki lan diambung tanganne
"bu, Rani mangkat sekolah nggih"
"iki dhuwitte kanggo sangu Rani. Kanggo jajan neng kantin sekolah. Saiki ibu lagi duwe duit 2000 "
Rani mesem, duitte dibalekke neng tanganne ibune. Rani njupuk bakpao gaweane ibune kang ana meja.
"Dhuwitte kanggo ibu wae. Rani sangu bakpao kok"
Ibune mung meneng wae. Bingung ndelokke perubahan anakke.
"aku tresnoo marang ibu, tresno banget, maturnuwun nggeh bu. Assalamualaikum"
"walaikumussalam"
Tes.. banyu bening tumetes ing pipi ibune. Rasa terharu lan seneng.
"gusti, paringono anakku kapinteran anggone sinau"
Bali sekolah, rani mampir ing ngomahe bocah kang jenenge paha, Rani.
Neng tanganne nyangking bungkusan plastik putih. Rani ngetuk2 lawang nanging isih sepi. Diketuk2 menenh ing njero ana kang watuk watuk lan nyedakii lawang.
Lawang kebukak. Nanging, udu rani bocah kang wingi kuwi maem bakpao gaweane ibu. Nanging simbah. Simbah kang kira kira umurre 85 taun . rambutte wis putih kabeh. Awakke mung kari balung.
"nuwun sewu mbah.. Rani onten?"
Simbah meneng nyawang Rani. Banjur ngomong "Rani, putuku?
"inggih mbah"
"Rani wis mati seminggu kepungkur. Ditabrak pit motor kang ora due ras aperikemanusiaan. Wong kang ngendarai motor iku mlayu seko tanggungjawab."
Rani bingung.. Rani banjur pamit muleh ing ngomahe. Pikirane mung tumuju ing Rani bocah kang wingi kuwi wis nyadarke dhweke.
Ananging ana apa?
Simbah mau ngoming yen Rani sedo seminggu wingi??